Rabu, 05 Desember 2012

LAPORAN KIMDAS 4


LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA DASAR
“ENERGITIKA”
1.      PERCOBAAN :
1.1  Judul Percobaan            : Energitika
1.2  Tanggal Percobaan        : 27 Nopember 2012
1.3  Nama Asisten                : Hadi Wijaya
2.      TUJUAN PERCOBAAN :
2.1  Mempelajari energi yang menyertai reaksi kimia
2.2  Mempelajari perubahan kalor dengan percobaan sederhana
3.      DASAR TEORI :
Energetika kimia atau termodinamika kimia adalah ilmu yang mempelajari perubahan energi yang terjadi dalam proses atau reaksi. Studi ini mencakup dua aspek penting yaitu penentuan atau perhitungan kalor reaksi dan studi tentang arah proses dan sifat-sifat sistem dalam kesetimbangan. Bagian alam semesta yang dipilih untuk penelititan termodinamika disebut sistem, dan bagian alam semesta yang berinteraksi dengan sistem tersebut disebut dengan keadaan sekeliling lingkungan dari sistem. Perpindahan energi dapat berupa kalor (q) atau dalam beberapa bentuk lainnya secara keseluruhan disebut kerja. Perpindahan energi berupa kalor atau kerja yang mempengaruhi jumlah keseluruhan energi dalam sistem, yang disebut energi dalam (U) (Petrucci, 1996).
Energi dalam (U) adalah keseluruhan energi potensial dan energi kinetik zat-zat yang terdapat dalam sistem. Energi dalam merupakan fungsi keadaan, besarnya hanya tergantung pada keadaan sistem. Setiap sistem mempunyai energi karena partikel-partikel materi (padat, cair atau gas) selalu bergerak acak dan beragam disamping itu dapat terjadi perpindahan tingkat energi elektron dalam atom atau molekul. Bila sistem mengalami peristiwa mungkin akan mengubah energi dalam. Jika suhu naik menandakan partikel lebih cepat dan energi dalam bertambah (Syukri, 1999).
Kalor (q) adalah bentuk energi yang dipindahkan melalui batas-batas sistem, sebagai akibat adanya perbedaan suhu antara sistem dengan lingkungan. Bila sistem menyerap kalor, q bertanda positif dan q bertanda negatif bila sistem melepaskan kalor. Kalor (q) bukan merupakan fungsi keadaan karena besarnya tergantung pada proses. Kapasitas kalor adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk mengikatkan suhu zat 1oC. kapasitas kalor tentu saja tergantung pada jumlah zat. Kapasitas kalor spesifik dapat disederhanakan, kalor jenis adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 gram zat sebesar 1oC. Kalor jenis molar adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 0,5 Mol zat sebesar 1oC (Petrucci, 1996).
Termodinamika didasarkan atas tiga postulat yang dikenal sebagai Hukum Pertama Termodinamika, Hukum Kedua Termodinamika dan Hukum Ketiga Termodinamika. Hukum pertama termodinamika menyatakan hubungan antara kalor (q), kerja (w) dan perubahan energi dalam (∆U), yang menerangkan bahwa energi sistem tersekat adalah tetap. Hukum pertama termodinamika dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
q = ∆U – W
q, ∆U, dan W dalam satuan joule atau kalori. Hukum pertama termodinamika menunjukkan bahwa energi dalam tidak dapat diukur tapi dapat diukur dari nilai kalor dan kerja. Kalor dapat diukur dengan percobaan dan kerja. Kerja dihitung melalui volume dan tekanan yang melawan perubahan itu (Syukri,1999).
Hukum kedua termodinamika mengemukakan bahwa semua proses atau reaksi yang terjadi di alam semesta, selalu disertai dengan peningkatan entropi. Perubahan entropi (dS) adalah suatu fungsi keadaan yang merupakan perbandingan perubahan kalor yang dipertukaran antara sistem dan lingkungan secara reversibel (δqrev) terhadap suhu tertentu T(°C). Persamaan besarnya entropi dinyatakan sebagai berikut:
dS = δqrev/T
Hukum ketiga menyatakan bahwa suatu unsur atau senyawa yang murni dalam bentuk kristal sempurna mempunyai entropi nol pada suhu 0°C, secara matematika dinyatakan sebagai berikut:
Soo = 0
Berdasarkan hukum ketiga dapat dilakukan pengukuran dan perhitungan kalor yang diserap suatu zat murni dari 0°K sampai suhu tertentu. Kerja yang dapat diperoleh dari jumlah kalor sama dengan banyaknya kalor dikurangi sebagian dari jumlah tersebut (Petrucci, 1996).
4.      ALAT DAN BAHAN :
4.1  Alat :
Ø  Kalorimeter
Ø  Beaker glass
Ø  Termometer
Ø  Pipet volum

Ø  Pipet ukur
Ø  Gelas ukur
Ø  Stopwatch
Ø  Alat pemanas (kaki tiga, kawat kassa, spirtus, korek api)

4.2  Bahan :
Ø  Air
Ø  Larutan NaOH 0,5 M
Ø  Larutan HCl 0,5 M

Ø  Etanol
Ø  CuSO4 0,5 M
Ø  Kepingan Zn


5.      PELAKSANAAN PERCOBAAN :
.............................................................
6.      PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Pada umumnya reaksi kimia disertai dengan efek panas, pada reaksi eksoterm kalor dilepaskan. Sedangkan pada rekasi endoterm kalor diserap. Jumlah kalor yang dilepas berkaitan dengan suatu reaksi bergantung pada jenis reaksi, jumlah zat yang bereaksi, keadaan fisik zat-zat pereaksi dan hasil reaksi serta bergantung pada suhu. Secara eksperimental kalor reaksi ditentukan oleh alat kalorimeter.
Tidak semua reaksi dapat ditentukan kalor reksinya secara kalorimetrik. Penentuan ini terbatas pada reaksi-reaksi berkesudahan yang berlangsung dengan cepat. Seperti reaksi pembakaran, reaksi penetralan dan reaksi pelarutan. Kalorimeter sederhana disusun sedemikian rupa dengan menggunakan isolator (gabus) yang ditempatkan disekeliling gelas yang menjadi lapisan dalam kalorimeter agar dapat memperlambat terjadinya pertukaran kalor antara sistem dengan lingkungan.
Pada percobaan pertama, penentuan tetapan kalorimeter menunujukkan peningkatan suhu yang terjadi pada saat ditambahkannya air panas. Sebelum ditambahkan suhunya 32˚ C, dan setelah ditambahkan air panas suhu rata-rata pada campuran tersebut ialah 39,75 ˚C. Percobaan ini terjadi peristiwa eksotermik. Dari data pengamatan yang diperoleh didapatka nilai K (tetapan kalorimeter) sebesar29,8 J/kg dengan ∆H bertanda negative (-) terjadi karena merupakan rekasi eksotermik. Rekasi eksotermik adalah perpindahan panas/ kalor dari sistem kelingkungan.
Percobaan kedua yaitu penetralan asam (HCl) – basa (NaOH). 10 ml HCl 0,5 M dimasukkan kedalam kalorimeter, lalu temperaturnya dicatat yaitu sbesar 30˚C. demikian pula untuk NaOH 0,5 M temperaturnya sebesar 30˚C. kemudian kedua larutan tersebut dicampur dan diukur temperaturnya setiap 30 s dalam kurun waktu 5 menit. Dari data tersebut menunjukkan kalor (suhu rata-rata) sebesar 32,47˚C. sehingga dapat diperoleh kalor penetralan yang dihasilkan dalam suatu mol larutan (∆Hn) sebesar 8059,7 J/mol.
Pada percobaan ketiga, yaitu menentukan kalor pelarutan etanol dalam air. Etanol memiliki suhu yang lebih rendah dari pada air. Dalam percobaan kali ini etanol dicampurkan dengan air, percobaan ini dilakukan dengan perbandingan volume yang berbeda-beda sebanyak 6 kali percobaan. Berdasarkan data pengamatan didapatkan bahwa kalor air lebih besar dibandingkan dengan kalor etanol. Hal ini menunjukkan bahwa nantinya air akan melepas kalor dan etanol yang akan menyerap kalor agar terjadi keseimbangan kalor berdasar “asaz black”. Jumlah kalor yang dilepaskan sama dengan jumlah kalor yang diterima. Selain itu, air melepaskan kalor karena jumlah mol air lebih besar dibandingkan jumlah mol etanol, sehingga didalam reaksi kimianya etanol selalu meyerap kalor air.
Dalam percobaan ini dapat pula dilihat hubungan antara perbandingan mol air dan etanol terhadap suhu dan kalor pelarutnya. Berdasarkan percobaan mol air dan mol etanol terhadap suhu adalah berbanding lurus.
Percobaan keempat menentukan kalor reaksi Zn+ CuSO4 . memasukkannya kedalam kalorimeter dan mencatat suhunya selama 5 menit setiap 30 s.
Berdasarkan data pengamatan diperoleh bahwa temperatur campurannya semakin meningkat saat reaksi didalam kalorimeter semakin lama. Ini menunjukkan bahwa terjadi peristiwa endoterm, karena kalor reksi menyerap kalor lingkungan.

7.      KESIMPULAN
a.       Pencampuran dua bahan yang suhunya berbeda akan terjadi persamaan kalor yang dilepas sama dengan kalor yang diserap dalam kalorimeter. Zat yang melepas kalor adalah zat yang memiliki mol lebih besar. Penentuan ketetapan kalorimeter merupakan rekasi eksoterm. Yang termasuk reaksi eksoterm adalah reaksi netralisai, reaksi pelarutan dan reaksi pembakaran.

b.      Reaksi eksoterm adalah reaksi kimia yang terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan. Sedangkan endoterm adalah reaksi kimia yang terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke dalam sistem.

DAFTAR PUSTAKA
Petrucci, Ralph H.1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi ke-4.Jakarta : Erlangga
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1.Bandung : ITB Press. 



PRAKTIKUMKIMDAS 3


LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA DASAR
“STOIKIOMETRI”


1.      PERCOBAAN :
1.1  Judul Percobaan                      : Stoikiometri
1.2  Tanggal Percobaan                  : 27 Nopember 2012
1.3  Nama Asisten                          : Hadi Wijaya
2.      TUJUAN PERCOBAAN :
2.1  Mempelajari Stoikiometri Beberapa Reaksi Kimia
3.      DASAR TEORI :
Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitu stoiceon (unsur) dan metrein (mengukur). Stoikiometri berarti mengukur unsur-unsur dalam hal ini adalah partikel atom ion, molekul yang terdapat dalam unsur atau senyawa yang terlibat dalam reaksi kimia. Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) yang didasarkan pada hukum-hukum dasar dan persamaan reaksi. (Ahmad,1985)
Stoikiometri beberapa reaksi dapat dipelajari dengan mudah, salah satunya dengan metode JOB atau metode Variasi Kontinu, yang mekanismenya yaitu dengan dilakukan
 pengamatan terhadap kuantitas molar pereaksi yang berubah-ubah, namun molar totalnya sama. Sifat fisika tertentunya (massa, volume, suhu, daya serap) diperiksa, dan perubahannya digunakan untuk meramal stoikiometri sistem. Dari grafik aluran sifat fisik terhadap kuantitas pereaksi, akan diperoleh titik maksimal atau minimal yang sesuai titik stoikiometri sistem, yang menyatakan perbandingan pereaksi-pereaksi dalam senyawa. (Muhrudin, 2011)
Stoikiometri reaksi adalah penentuan perbandingan massa unsur-unsur dalam senyawa dalam pembentukan senyawanya. Pada perhitungan kimia secara stoikiometri, biasanya diperlukan hukum-hukum dasar ilmu kimia.(Brady,1986)
Hukum kimia adalah hukum alam yang relevan dengan bidang kimia. Konsep paling fundamental dalam kimia adalah hukum konservasi massa, yang menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan kuantitas materi sewaktu reaksi kimia biasa. (Hiskia,1991)
Menurut (Syabatini, 2008) Hukum-hukum dasar ilmu kimia adalah sebagai berikut:
a)      Hukum Boyle
Boyle menemukan bahwa udara dapat dimanfaatkan dan dapat berkembang bila dipanaskan. Akhirya ia menemukan hukum yang kemudian terkenal sebagai hukum Boyle:” bila suhu tetap, volume gas dalam ruangan tertutup berbanding terbalik dengan tekananya” 
P1.V1 = P2.V2

b)      Hukum Lavoiser disebut juga Hukum Kekekalan Massa
Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov-Lavoisier adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan meskipun terjadi berbagai macam proses di dalam sistem tersebut(dalam sistem tertutup Massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama (tetap/konstan). Pernyataan yang umum digunakan untuk menyatakan hukum kekekalan massa adalah massa dapat berubah bentuk tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Untuk suatu proses kimiawi di dalam suatu sistem tertutup, massa dari reaktan harus sama dengan massa produk. Berdasarkan ilmu relativitas spesial, kekekalan massa adalah pernyataan dari kekekalan energi. Massa partikel yang tetap dalam suatu sistem ekuivalen dengan energi momentum pusatnya. Pada beberapa peristiwa radiasi, dikatakan bahwa terlihat adanya perubahan massa menjadi energi. Hal ini terjadi ketika suatu benda berubah menjadi energi kinetik/energi potensial dan sebaliknya. Karena massa dan energi berhubungan, dalam suatu sistem yang mendapat/mengeluarkan energi, massa dalam jumlah yang sangat sedikit akan tercipta/hilang dari sistem. Namun demikian, dalam hampir seluruh peristiwa yang melibatkan perubahan energi, hukum kekekalan massa dapat digunakan karena massa yang berubah sangatlah sedikit.
“Massa zat sebelum dan sesudah reaksi selalu sama.”

c)      Hukum Perbandingan Tetap (H.Proust)
Dalam kimia, hukum perbandingan tetap atau hukum Proust (diambil dari nama kimiawan Perancis Joseph Proust) adalah hukum yang menyatakan bahwa suatu senyawa kimia terdiri dari unsur-unsur dengan perbandingan massa yang selalu tepat sama. Dengan kata lain, setiap sampel suatu senyawa memiliki komposisi unsur-unsur yang tetap.
Misalnya, air terdiri dari 8/9 massa oksigen dan 1/9 massa hidrogen. “Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu persenyawaan kimia selalu tetap.”

d)     Hukum Gay Lussac
Menyatakan bahwa volume gas nyata apapun sangat kecil dibandingkan dengan volume yang ditempatinya. Bila anggapan ini benar, volume gas sebanding dengan jumlah molekul gas dalam ruang tersebut. Jadi, massa relatif, yakni massa molekul atau massa atom gas, dengan mudah didapat.
“Dalam suatu reaksi kimia gas yang diukur pada P dan T yang sama volumenya berbanding lurus dengan koefisien reaksi atau mol, dan berbanding lurus sebagai bilangan bulat dan sederhana.”

e)       Hukum Boyle – Gay Lussac
"Bagi suatu kuantitas dari suatu gas ideal (yakni kuantitas menurut beratnya) hasil kali dari volume dan tekanannya dibagi dengan temperatur mutlaknya adalah konstan". Untuk n1 = n2, maka P1.V1 / T1 = P2.V2 / T2

f)      Hukum Dalton disebut juga Hukum Kelipatan Perbandingan
“Jika dua unsur dapat membentuk satu atau lebih senyawa, maka perbandingan massa dari unsur yang satu yang bersenyawa dengan jumlah unsur lain yang tertentu massanya akan merupakan bilangan mudah dan tetap.”

g)      Hukum Avogadro
“Gas-gas yang memiliki volum yang sama, pada temperatur dan tekanan yang sama, memiliki jumlah partikel yang sama pula.”
Artinya, jumlah molekul atau atom dalam suatu volum gas tidak tergantung kepada ukuran atau massa dari molekul gas.

h)      Hukum Gas Ideal
PV = nRT
Persamaan ini dikenal dengan julukan hukum gas ideal alias persamaan keadaan gas ideal.
Keterangan :
P = tekanan gas (N/m2)
V = volume gas (m3)
n = jumlah mol (mol)
R = konstanta gas universal (R = 8,315 J/mol.K)
T = suhu mutlak gas (K)

4.      ALAT DAN BAHAN
a.       Alat :
Ø  Beaker glass/gelas kimia
Ø  Gelas piala
Ø  Spatula
Ø  Termometer

b.      Bahan :
Ø  Larutan CuSO4 0,5 M
Ø  Larutan NaOH 0,5 M
Ø  Larutan HCl 0,5 M
Ø  Larutan H2SO4 0,5 M

5.      PELAKSANAAN PERCOBAAN
...........................................................
6.      PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Pada percobaan ini, kita akan mempelajari tentang stoikiometri. Percobaan stoikiometri ini bertujuan untuk mempelajari stoikiometri beberapa larutan (reaksi kimia). Dimana stoikiometri merupakan ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia.
Percobaan pertama mempelajari stoikiometri sistem NaOH dengan CuSO4. Pada percobaan ini NaOH dicampur dengan larutan CuSO4. Sebelum kedua larutan tersebut dicampurkan, terlebih dulu diamati suhu dari masing-masing larutan. Selain itu, mengamati dan mengambil sampel warna dari masing-masing larutan. Pencampuran larutan-larutan selalu menghasilkan volume yang sama, 25 ml.
Pada kegiatan pertama pada percobaan satu adalah mencampurkan 20 ml NaOH 0,5 M dengan 5 ml CuSO4. 0,5 M. setelah kedua larutan tersebut dicampurkan sambil diaduk, maka terjadi perubahan warna. Warna larutan menjadi biru tua serta wujudnya menjadi lebih kental dari sebelumnya. Hal ini terjadi karena larutan yang terbentuk tidak tepat jenuh.
Kegiatan yang kedua yaitu mencampurkan 10 ml NaOH 0,5 M dengan 15 ml CuSO4 0,5 M.  Setelah dicampurkan ternyata larutan yang terbentuk berwarna biru telur asin serta menjadi gumpalan-gumpalan. Gumpalan – gumpalan yang terbentuk tersebut menunjukkan bahwa larutan yang terbentuk adalah tepat jenuh.
Kegiatan ketiga yaitu mencampurkan antara 20 ml CuSO4 0,5 M dengan 5 ml NaOH 0,5 M. Setelah dicampurkan ternyata larutan yang terbentuk berwrna hijau toska dengan endapan dibagian bawahnya.
Kegiatan yang terakhir yaitu dengan mencampurkan antara 10 ml CuSO4 0,5 M dengan 15 ml NaOH 0,5 M, dan pencampuran larutan tersebut menghasilkan larutan dengan warna biru tua dan tanpa perubahan wujud. Hal ini menunjukkan bahwa campuran tersebut lewat jenuh.
Dari data-data yang diperoleh diatas menunjukkan bahwa semakin banyak volume NaOH yang dicampurkan akan menghasilkan warna yang lebih gelap. Atau semakin sedikit volume CuSO4 yang dicampurkan maka semakin gelap warna larutan yang terbentuk. Sedangkan jika volum NaOH yang dicampurkan semakin sedikit maka warna larutan yang dihasilkan akan semakin cerah.
Pada literatur seharusnya, semakin banyak volume NaOH yang dicampurkan maka suhu/temperatur yang terbentuk juga semakin tinggi. Tetapi, pada saat pengamatan dimana volume NaOH yang dicampurkan 20 ml seharusnya suhunya lebih tinggi dibandingkan campuran antara 15 ml NaOH dengan 10 ml CuSO4. Hal ini disebabkan karena perbedaan ruangan, karena ruangan tempat pengamatan bukan ruang hampa udara.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan suhu pada setiap kegiatan/ perlakuan mulai dari yang pertama hingga yang terakhir (kegiatan 4) semua perubahan suhunya sama yaitu 2˚C. Apabila dibuat grafik hubungan antara ∆T dengan volume maka grafik yang terbentuk berupa garis lurus horizontal. Hal ini menunjukkan bahwa disetiap volume suhunya sama (suhu konstan).


7.      KESIMPULAN
a.       Apabila terdapat 2 zat yang dicampurkan maka akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu, warna dan endapan (wujud).
b.      Perubahan suhu yang terjadi dipengaruhi oleh jumlah/volume reaktan yang dicampurkan dan juga oleh konsentrasi masing-masing reaktan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hiskia. 1985. Kimia Dasar (modul 1-5). Jakarta : UT
Brady, J.E dan Humiston. 1986. General Chemistry. New York: John Willey and Sons.
Hiskia, A dan Tupamahu. 1991. Stoikiometri Energi Kimia. Bandung: ITB Press.   
Muhrudin, Udin. 2011. Praktikum Stoikiometri Reaksi. http://chemistapolban.blogspot.com/ 2011/06/praktikum-stoikiometri-reaksi.html. diakses tanggal 29 November 2012

Syabatini, Annisa. 2008. Hukum-hukum Stoikiometri. http://usupress.usu.ac.id/files/ Kimia%20Dasar%20-%20Final_bab%201.pdf. diakses tanggal 29 November 2012